Kementrian Keuangan (Kemenkeu) tengah menilai seluruh aset milik PT Minarak Lapindo Jaya yang ditawarkan sebagai pengganti dana talangan pemerintah sebesar Rp773,38 miliar atas kasus Lumpur Lapindo. Penilaian melibatkan internal pemerintah dan pihak independen.

Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu Isa Rachmatarwata mengatakan proses penilaian aset ini dilakukan setelah pemerintah berkonsultasi dengan kejaksaan. Hasilnya, Lapindo dinilai memiliki itikad netral atau tidak baik dan tidak buruk untuk melunasi dana talangan pemerintah.

"Mereka tawarkan membayar dengan aset. Lapindo sudah kirim surat resmi, mereka minta tukar aset saja, asetnya ada di wilayah terdampak. Lalu dari hasil konsultasi Kejaksaan bilang ini harus ditanggapi," ungkap Isa dalam diskusi virtual, Jumat (12/6).


Kendati begitu, Isa mengatakan pemerintah sebenarnya lebih menginginkan agar pembayaran dana talangan dilakukan secara tunai. Pasalnya, dana yang diberikan juga berupa tunai kepada Lapindo pada 2015 lalu. Hanya saja, itikad ini memang harus direspons dengan melanjutkannya ke tahap penilaian.

Proses penilaian pun, sambungnya, sudah disetujui sejak sebelum pandemi virus corona atau covid-19 berlangsung di Indonesia. Namun, proses penilaian tetap belum bisa berjalan sampai saat ini karena virus corona terlanjur meluas.

"Kami belum sepakat (dibayar dengan aset), tapi proses berlanjut. Kami sudah diskusi dengan profesional penilaian, meski kami ada penilai dari dalam pemerintah, maka kami konsultasi juga dengan Kejaksaan," terangnya.

Menurut Isa, bila situasi pandemi corona sudah berakhir, barulah penilaian aset Lapindo bisa diteruskan. Sebab, pemerintah tidak ingin penilaian aset dilakukan secara tebak-menebak melainkan harus secara riil.

Di sisi lain, Isa melihat penilaian sejatinya akan cukup menantang karena tanah di kawasan lumpur Lapindo sudah mengering.

"Itu bukan sesuatu yang lazim, jadi penilaian perlu dilihat lagi. Kami harus hati-hati. Kami tidak mau penilaiannya jadi beda. Nantinya apakah disetujui atau tidak, kami belum tahu," katanya.

Sebelumnya, pemerintah sudah beberapa kali mengirim surat atas keterlambatan pembayaran dana talangan dari Lapindo. Menurut jadwal, pembayaran utang seharusnya jatuh tempo pada 10 Juli 2019 lalu.

Hanya saja, Lapindo belum menambah realisasi pembayaran dana talangannya kepada pemerintah. Sampai saat ini, Lapindo baru membayar Rp5 miliar atau 0,64 persen dari total dana talangan yang diberikan pemerintah.

Sementara belum lama ini, Kementerian PUPR melalui Pusat Pengendalian Lumpur Sidoarjo (PPLS) mengalokasikan anggaran Rp239,7 miliar untuk penanganan dampak lumpur panas di Sidoarjo, Jawa Timur itu.

Dana tersebut akan digunakan untuk meningkatkan pengaliran lumpur ke Kali Porong dan menjaga keandalan tanggul dan infrastruktur. Kegiatan pengendalian lumpur Sidoarjo terdiri penanganan luapan lumpur, pembangunan tanggul, pemeliharaan tanggul, dan infrastruktur lain.

"Perhatian pemerintah tidak berkurang untuk pengendalian lumpur Sidoarjo. Kementerian PUPR akan terus melanjutkan tugas dan fungsi yang prinsipnya tidak ada perbedaan dan memastikan penanganan kepada masyarakat yang terdampak dan masyarakat sekitar tetap menjadi prioritas," kata Menteri PUPR Basuki Hadimuljono.

Sumber :
cnnindonesia.com