Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango, membeberkan kronologi operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bupati Kutai Timur, Ismunandar, dan istrinya yang merupakan Ketua DPRD Kutai Timur, Encek Unguria, pada Kamis (2/7) lalu.
Nawawi menjelaskan bahwa operasi senyap yang dilakukan di Jakarta, Kutai Timur, dan Samarinda tersebut bermula dari informasi masyarakat soal dugaan tindak pidana korupsi terkait dugaan penerimaan hadiah proyek infrastuktur di lingkungan Pemkab Kutim.
"Pada hari Kamis, 02 juli 2020, tim KPK bergerak dan membagi menjadi dua tim di area Jakarta dan area Sangatta, Kutai Timur untuk menindaklanjuti laporan dimaksud," kata Nawawi dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (3/7).
Dia menerangkan bahwa pada hari itu sekitar pukul 12.00 WIB, Encek bersama Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kutai Timur, Musyaffa, dan seorang staf Bapenda Kutai Timur tiba di Jakarta untuk mengikuti sosialisasi pencalonan Ismunandar sebagai calon Bupati Kutim periode 2021-2024.
Ismunandar sendiri tiba di Jakarta sekitar pukul 16.30 WIB bersama ajudannya, Arif Wibisono, yang turut diangkut oleh KPK dalam operasi senyap itu.
Kemudian sekitar pukul 18.45 WIB, tim KPK merampungkan informasi penggunaan uang yang diduga dikumpulkan dari para rekanan tersangka untuk mengerjakan proyek di Pemkab Kutim. KPK akhirnya menciduk mereka dalam operasi senyap di Jakarta.
"Selanjutnya, tim KPK mengamankan Ismunandar, Arif, dan Musyaffa di restoran fX Senayan, Jakarta," ujar Nawawi
Hasil penangkapan itu kemudian juga diikuti oleh tim KPK yang berada di luar Jakarta. Nawawi menjelaskan bahwa KPK turut mengamankan pihak-pihak lain yang diduga terkait kasus ini di Sangatta, Kutai Timur.
Dari hasil OTT itu ditemukan uang tunai senilai Rp 170 juta, beberapa buku tabungan dengan total saldo Rp 4,8 miliar, serta sertifikat deposito sebesar Rp 1,2 miliar.
Setelah pemeriksaan secara intensif di Gedung Merah Putih KPK pada Jumat sekitar pukul 21.00 WIB, KPK mengumumkan penetapan tujuh orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait pengerjaan infrastuktur itu.
Tersangka itu adalah Ismunandar, Encek Unguria, Musyaffa, Kepala BPKAD Suriansyah, dan Kadis PU Kutim Aswandini. Selain itu, ada dua orang pemberi hadiah, yakni Deky Aryanto dan Aditya Maharani, yang juga ditetapkan menjadi tersangka.
Mereka langsung ditahan oleh penyidik KPK selama 20 hari ke depan di beberapa rutan yang berbeda.
Dugaan sementara KPK, uang hadiah atau janji dalam pekerjaan infrastruktur yang diterima oleh Ismunandar digunakan untuk kampanye. Dia bersama kroni-kroninya menerima sejumlah uang pada 19 Mei 2020 dari rekanan proyeknya.
"Diduga terdapat juga penerimaan uang THR dari AM (tersangka pemberi) sebesar masing-masing Rp100 juta untuk ISM, MUS, SUR, dan ASW pada tanggal 19 Mei. Serta, transfer rekening bank atas nama Aini sebesar Rp125 juta untuk kepentingan kampanye ISM (Ismunandar)," kata Nawawi.
Selain THR itu, disebutkan juga terjadi penerimaan uang pada 11 Juni 2020 sebagai hadiah atau janji yang diberikan oleh tersangka AM selaku rekanan Dinas PU Kutai Timur sebesar Rp550 juta.
Ada pula penerimaan lain dari DA selaku rekanan Dinas Pendidikan sebesar Rp2,1 miliar kepada Ismunandar selaku Bupati Kutai Timur melalui SUR selaku kepala BPKAD dan MUS selaku kepala Bapenda.
Uang kemudian disetorkan ke rekening Bank Syariah Mandiri sebesar Rp400 juta, Bank Mandiri Rp900 juta, serta Bank Mega sebesar Rp800 juta. Uang itu merupakan penerimaan dari sejumlah rekanan yang juga menjadi tersangka dalam kasus ini.
"Saat ini total saldo yang masih tersimpan di rekening tersebut sekitar Rp4,8 miliar," kata Nawawi.