Jawa Timur kini menjadi provinsi dengan angka kasus positif corona (Covid-19) tertinggi di Indonesia. Pada Senin (29/6), Jatim mencatatkan tambahan kasus sehingga jumlahnya mencapai 11.805. Angka itu melampaui kasus corona di DKI Jakarta yaitu 11.237 orang.
Ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jatim dr Joni Wahyuhadi menyebut angka corona tertinggi menjadikan Jatim sebagai Juara Nasional.
"Ini juara nasional," kata Joni kemarin.
Di tengah upaya penanganan virus corona di Jatim, sejumlah drama kepala daerah selama ini justru mengemuka di hadapan publik.
Berikut ini catatan kisah yang melibatkan emosi kepala daerah di Jatim.
Klaster Sampoerna
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menilai Pemkot Surabaya lamban dalam penanganan klaster Covid-19 di pabrik rokok PT HM Sampoerna Tbk. Akibatnya, penularan pun meluas.
"Ini [Pemkot Surabaya] agak terlambat responsnya. Karena pada 14 April (Sampoerna) sudah dilaporkan ke Dinkes Surabaya. Mungkin tidak detail laporannya, jadi tidak langsung ditindaklanjuti," kata Khofifah, Sabtu (2/5).
Merespons hal itu, Pemerintah Kota Surabaya membantah ada keterlambatan informasi maupun penanganan Covid-19 yang terjadi di lingkungan karyawan pabrik rokok PT HM Sampoerna Tbk di Rungkut, Kota Pahlawan, Jawa Timur.
"Pemerintah kota tidak pernah terlambat. Ibu gubernur (Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa) tidak benar," kata Wakil Koordinator Hubungan Masyarakat Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Surabaya M. Fikser.
Pasien Luar Surabaya
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini keberatan atas banyaknya pasien positif virus corona (Covid-19) dari luar daerah yang dirawat di kotanya. Akibatnya, warga Surabaya sendiri tak kebagian ruang perawatan rumah sakit di Kota Pahlawan.
"Masa di kota sendiri [Surabaya], kita enggak dapat tempat perawatan. Contohnya, di RS Soewandhie dipenuhi pasien dari luar kota, semuanya dirujuk ke Surabaya. Sementara, pasien asal Surabaya malah tidak dapat tempat," kata Risma dengan nada tinggi, Senin (11/5).
Risma mengatakan berdasarkan data yang dia peroleh, pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit Surabaya, sebanyak 50 persen di antaranya merupakan warga luar Surabaya.
Merespons keluhan Risma, Ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Provinsi Jatim, dr Joni Wahyuhadi, mengatakan bahwa etika kedokteran melarang rumah sakit atau dokter membeda-bedakan pasien berdasarkan suku, ras, agama dan kedaerahan.
Joni yang juga Direktur Utama RSUD dr Soetomo, Surabaya, ini mengatakan di rumah sakit yang ia pimpin, 95 persen dari keseluruhan pasiennya merupakan warga Surabaya.
"Pengalaman kami di Soetomo, 95 persen [pasien yang dirawat] itu ya orang Surabaya, saya tidak tahu di rumah sakit lain, apakah memang banyak rujuakan dari luar, perlu diupdate datanya itu, karena di Soetomo tidak berbicara seperti itu," kata dia.
Dua Klaster Mal
Ketua Rumpun Tracing Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jatim, dr Kohar Hari Santoso, mengatakan pihaknya menemukan dua klaster penularan corona di Pakuwon Mall dan Tunjungan Plaza Surabaya.
Namun, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Surabaya menampik bahwa Pakuwon Mall dan Tunjungan Plaza merupakan klaster penularan Covid-19.
Koordinator Bidang Pencegahan, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Surabaya, Febria Rachmanita, beralasan pasien positif yang telah ditemukan di mal itu tidak tertular di tempat tersebut.
"Pakuwon Mall, saya tidak masukan di dalam klaster, TP (Tunjungan Plaza) malah enggak. [Karena] klaster itu pengelompokan berdasarkan sumber penularan, yang dilihat dari hasil kita survei ke lapangan," kata Feny, sapaan akrabnya, Selasa (12/5).
Surabaya Bisa Jadi Wuhan
Ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jatim, dr Joni Wahyuhadi mengkhawatirkan kondisi penularan corona di wilayah Surabaya Raya. Surabaya bahkan disebut berpotensi menjadi Kota Wuhan, China, tempat pertama kali corona ditemukan dan mewabah.
Pasalnya sebesar 65 persen pasien Covid-19 di Jatim, disumbang oleh tiga daerah yakni Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Gresik.
"65 persen Covid-19 ada di Surabaya Raya, ini tidak main-main kalau kita tidak hati-hati maka Surabaya bisa jadi Wuhan," kata Joni, di Surabaya, Rabu (27/5).
Namun, M. Fikser menyampaikan saat ini Pemkot Surabaya tengah berjuang keras untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Padahal saat itu Surabaya mendominasi angka corona di Jatim.
"Tentuya itu mempengaruhi hasil. Ya, kita berusaha untuk tidak terjadi seperti di Wuhan. Siapa yang menginginkan itu. Saya yakin yang menyampaikan juga tidak menginginkan seperti itu," kata Fikser.
Penelantaran Pasien
Direktur Utama RSUD dr Soetomo, dr Joni Wahyuhadi mengatakan bahwa rumah sakitnya mendadak kedatangan rujukan 35 pasien Covid-19 dalam waktu semalam. Ia menyebutkan bahwa tim command center 112 Pemkot Surabaya sengaja menelantarkan pasien itu di rumah sakitnya
"Jadi tadi tadi malam yang terjadi di Soetomo, terjadi kedatangan pasien covid yang cukup banyak, sampai pagi masih tersisa 35 pasien di IGD," kata Joni, di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Senin (18/5).
Wakil Koordinator Hubungan Masyarakat Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Surabaya M. Fikser pun membantah tudingan itu. Ia menyebut, dari data yang terekam di 112 per tanggal 16 - 17 Mei 2020, ada 180 laporan yang diterima. Dari jumlah tersebut, 13 di antaranya merupakan laporan kecelakaan.
"Kami bantah itu terkait pernyataan bahwa pemkot abaikan 35 pasien Covid-19. Dari 180 laporan yang diterima, 13 di antaranya adalah kecelakaan. Dari 13 orang itu, hanya 5 orang yang diantar ke RSUD dr Soetomo," kata Fikser.
Kisruh Mobil Lab BNPB
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini marah besar ketika mendapati dua mobil untuk tes virus corona (Covid-19) yang dikirim Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) diambilalih Pemprov Jawa Timur.
Padahal, menurut Presiden UCLG-ASPAC tersebut, dua mobil lab PCR itu khusus diperuntukkan melakukan tes masif corona di Surabaya.
"Teman-teman lihat sendiri kan, ini bukti permohonan saya dengan Pak Doni, jadi ini saya sendiri yang memohon kepada beliau. Kasihan pasien-pasien yang sudah menunggu," kata Risma sambil menunjukkan chat dengan Doni kepada wartawan di Surabaya, Jumat (29/5).
Doni yang disebut Risma adalah Doni Monardo Kepala BNPB sekaligus Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
Risma lantas menelepon pihak Gugus Tugas Covid-19 Jawa Timur. Di depan media, dia mengutarakan kekesalannya. Risma mengaku tak terima dengan sikap Pemprov Jatim yang mengalihkan mobil dari BNPB ke Tulungagung dan Lamongan.
"Saya dapat WhatsApp Pak Doni Monardo kalau (Mobil Lab Bio Safety Level 2) itu untuk Surabaya. Apa-apaan ini, kalau mau boikot jangan gitu caranya. Saya akan ngomong ini ke semua orang. Saya enggak terima lho Pak, betul saya enggak terima," kata Risma saat menelepon petugas Gugus Tugas Covid-19 Jawa Timur dengan penuh amarah.
Di sisi lain, Ketua Rumpun Logistik Gugus Tugas Covid-19 Jawa Timur yang juga sekaligus Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jatim, Suban Wahyudiono yakin pihaknya lebih dulu mengajukan bantuan mobil tes yang kemudian disebut diserobot oleh Pemprov Jatim dari Pemkot Surabaya.
"Kami berkirim surat ke Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Pusat itu tanggal 11 Mei 2020, permohonan itu yaitu permohonan dukungan percepatan penegakan diagnosis Covid-19," kata Suban di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Jumat (29/5) malam.
Risma Sujud di Kaki Dokter
Terbaru, Risma mendadak bersujud di hadapan para dokter. Matanya memerah, dan tampak menangis. Sujud itu bahkan dilakukan Risma sebanyak dua kali.
Hal itu terjadi saat ia mendengarkan keluhan dokter-dokter yang ada di rumah sakit rujukan di Surabaya, salah satunya Ketua Pinere RSUD dr Soetomo, dr Sudarsono, di halaman Balai Kota Surabaya, Senin (29/6).
Mulanya, Sudarsono mengeluhkan kondisi RSUD dr Soetomo yang kini telah overload akan pasien corona (Covid-19). Ia menyebut banyak pasien yang akhirnya tak tertangani dengan baik. Mendengar hal itu Risma pun akhirnya bersujud.
"Mohon maaf Pak Sudarsono, saya memang goblok, enggak pantas saya jadi Wali Kota Surabaya," ujar Risma, sembari bersujud.
Sebelum bersujud, Risma juga sempat mengeluhkan mengapa dirinya tak bisa berkomunikasi langsung dengan rumah sakit milik Pemprov Jatim itu.
"Kami tidak terima. Karena kami enggak bisa masuk ke sana [RSUD dr Soetomo untuk komunikasi]," ujarnya.
Bahkan, wali kota perempuan pertama di Surabaya itu mengatakan bantuan alat pelindung diri (APD) yang dikirimkan pihaknya untuk Soetomo, juga ditolak.
"Saya itu ngasih APD ke RSUD dr Soetomo, juga ditolak. Ada buktinya penolakan," ujarnya.
1 Comments
Dengan Menyebut Nama Alloh Yang Maha Pengasih Dan Penyanyang
ReplyDeleteAsep Pudin New