Tanggal 14 Juni diperingati sebagai Hari Donor Darah Sedunia oleh seluruh negara anggota World Health Organization (WHO). Slogan "Darah Yang Aman Menyelamatkan Kehidupan" disebarluaskan ke seluruh dunia. 

Tanggal 14 Juni sendiri diambil dari hari kelahiran Karl Landsteiner, salah satu Ilmuwan peraih hadiah nobel atas penemuan sistem golongan darah A, B, O pada tahun 1930. Penemuan Karl Landsteiner tersebut membuka lembaran baru dalam sistem pendonor darahan di dunia. Penemuannya tersebut menjadi dasar keamanan donor darah pada manusia. 

Dilansir dari laman resmi WHO, who.int, di tengah pandemi yang masih berlangsung ini, WHO melaksanakan kegiatan dalam rangka memperingati Hari Donor Darah Sedunia melalui Kampanye Virtual Global. Sementara itu, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melalui Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) mengusung tema "Dengan mendonorkan darah dunia menjadi sehat". 

Tema yang diangkat Kemenkes terasa sangat tepat sekali di tengah dunia yang sedang sakit ini. Pandemi yang berkepanjangan, memukul semua lini kehidupan. Sudah pastinya yang paling terpukul adalah lini kesehatan. 

Dunia kesehatan, khususnya para ilmuwan kedokteran berpacu dengan waktu untuk segera menemukan vaksin yang cocok untuk melawan covid-19. Jika tidak, masyarakat dunia yang akan terdampak virus ini pun akan semakin banyak. Jumlah kematian yang disebabkan oleh virus ini akan terus meningkat.

Di sisi lain para garda terdepan, para dokter, perawat dan petugas kesehatan lainnya sangat mengharapkan segera ada secercah cahaya terang dalam penemuan vaksin. Walaupun bagi mereka perjuangan melawan pandemi ini adalah sebuah kewajiban profesi yang harus mereka jalani, tetapi dalam lubuk hati terdalam, mereka sangat mengharapkan dunia segera pulih dan sehat kembali. 

Di Hari Donor Darah Sedunia ini ada baiknya kita merenungi dan mengambil refleksi akan peristiwa pandemi yang belum pernah terjadi sebelumnya ini. Ketika kita akan mendonorkan darah kita maka kita harus memperhatikan beberapa fase. 

Fase persiapan, fase pendonoran dan fase pemulihan. Ketiga fase tersebut harus diperhatikan secara komprehensif. Ketiga fase tersebut bak tiga mata rantai dalam satu kesatuan. Tidak bisa kita hanya memperhatikan hanya salah satunya saja. Ketiga hal tersebut juga sangat relevan jika kita gunakan dalam rangka melawan pandemi ini. Fase persiapan, fase perlawanan dan fase pemulihan. 

Pertama, fase persiapan. Ketika pandemi ini mulai muncul di Wuhan, masyarakat dunia mulai dirundung kepanikan. Negara-negara di dunia ramai-ramai mulai menutup akses masuk ke negara mereka, terutama bagi mereka yang berasal dari China. Penyebaran virus tidak bisa terbendung. Dalam waktu cepat, virus menyebar hampir ke seluruh belahan dunia.Yang perlu kita persiapkan sekarang bukan lagi bagaimana membendung virus yang sudah terlanjur menyebar, tetapi kita harus mempersiapkan diri melawan virus yang sudah merajalela ini. 

Kedua, fase perlawanan. Disinilah kita berada sekarang. Ketika semua persiapan melawan pandemi sudah kita lakukan, bagian terpenting adalah ada pada fase perlawanan. Pada fase ini, dituntut adanya kesadaran masyarakat dalam melaksanakan protokoler kesehatan yang telah dipersiapkan. Selama masih banyak orang yang tidak mengindahkan himbauan pemerintah, sulit rasanya menang melawan virus ini. 

Ketiga adalah fase pemulihan. Kita belum memasuki fase ini, tetapi ada baiknya jika kita mulai memikirkannya. Dengan harapan yang kuat dan disertai dengan peran serta aktif dalam melawan virus ini, kita yakin kita bisa menang. Skenario pemulihan harus sudah mulai kita sketsa, sehingga pada waktunya nanti kita tidak akan kelabakan menghadapinya. 

 Sumber: Kompasiana